Pada suatu petang yang cerah, di ruang terbatas yang biasanya dijadikan tempat ibadah salat, seorang imam berdiri membelakangi kedua makmumnya. Seperti biasa dalam ibadah rutin itu, imam melakukan serangkaian gerakan yang diikuti oleh makmum, dan pada gerakan tertentu imam mengeraskan bacaannya. Meskipun bacaannya tidak fasih, dia tetap percaya diri.
Rangkaian gerakan telah masuk perulangan yang ke-2, suasana masih khusyuk, tenang dan damai. Salat berjalan lancar hingga imam mulai membaca surat Al-fatihah. Suaranya terdengar sumbang dan serak, mencoba 'uhuk-uhuk' untuk menghilangkan seraknya. Sementara suara sumbang? butuh perbaikan waktu lama pastinya. Bacaan surat pun usai, sautan "aamiin" terdengar dari arah makmum dengan suara cempreng khas bocah cilik (bocil). Nada tinggi dan rendah bercampur jadi satu, ditambah vibrasi suara yang khas timbul setelah cemil micin (serak seret). Suara "aamiin" yang semrawut itu membuat imam sedikit menahan tawa dan buat perut tergoncang, tapi itu semua bisa teratasi.
Imam melanjutkan dengan membaca surat Al-ikhlas. Meskipun suratnya pendek, ia dibaca perlahan dan dihayati, meski tidak tahu artinya. Sekedar untuk menjaga kekhusyukan sholat yang sebelumnya sempat tidak kondusif.
Suasana berubah saat perubahan posisi dari i'tidal menuju sujud. Tetiba imam terjengkang hampir mencium dinding di depannya. Rupanya, sundulan maut oleh kepala makmum "tepat sasaran" mendorong gumpalan bokong imam. Keriuhan terjadi, gemuruh tawa makmum berbising dengan suaranya yang belum berubah (cempreng).
Sempat tergoda untuk ikut tertawa, namun imam tetap tegar, berusaha mengendalikan situasi seraya tidak terjadi apa-apa. Akhirnya imam pun memperbaiki posisinya dan melanjutkan solat. Sementara para makmum berusaha menahan tawa hingga salat berakhir.
Inilah sekelumit ruwet kisah imam dan makmum.
Semoga malaikat saat itu tetap fokus dan jangan salah catat, manusia-manusia itu sedang salat bukan beradegan komedi srimulat.